click

Date: 10/16/2008

Perjalanan Hakiki - 3

HUKUM SYARA'
Hukum syariat ini dibagi dua perkara, yakni hukum taklif (tuntutan) dan hukum wudli (hantaran).

Hukum Taklif
Hukum taklif adalah suatu hukuman yang dituntut pada tiap-tiap orang islam yang baligh (cukup umur) dan beraqal, laki-laki atau perempuan.

Hakikat hukum taklif adalah satu, yakni tuntutan atau perintah, namun perintah yang satu ini berdampak pada dua kelakuan bagi yang menanggung perintah, yakni mengerjakan atau meninggalkan.

Allah telah menghukumkan bagi segala makhluq, taat atau melanggar perintah (suruh kerjakan dan suruh tinggalkan) itu menghasilkan dosa atau pahala.

Orang-orang yang mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya setelah mereka mendapat luka, bagi orang-orang yang berbuat kebajikan diantara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar. (QS: Ali-Imran-172).

Dan siapa yang mennyimpang diantara mereka dari perintah Kami, kami rasakan kepadanya azab neraka yang apinya menyala-nyala (QS: Saba-12).
Baca juga: QS: Ath-Thalaaq-8, QS: An-Nisaa-13, QS: At-Taubah-71, QS: An-Nuur-54

Hukum taklif ini dibagi menjadi lima bagian:[
1. Wajib, yaitu barang yang musti dikerjakan, jikalau ditinggalkan berdosa.
2. Sunah, yaitu jikalau dikerjakan berpahala dan ditinggalkan tiada berdosa.
3. Haram, yaitu barang yang musti ditinggalkan, jikalau dikerjakan berdosa.
4. Makruh, yaitu jikalau ditinggalkan berpahala dan dikerjakan tiada berdosa.
5. Harus atau Mubah, yaitu bersamaan jikalau dikerjakan tiada berdosa dan tiada berpahala, begitu juga sebaliknya.

Hukum Wudlh'i
Hukum wudli adalah suatu hukum yang merupakan hantaran sebab-akibat terbit hukum taklif pada kejadian yang zahir (hukum adat thobiat).

Hukum wudli dibagi lima bagian:
1. Sebab
2. Syarat
3. Sah (Diterima)
4. Batal (Ditolak)
5. Mani (Dicegah)

PERUMPAMAAN: Shalat Dzuhur

Sebab matahari sudah tergelincir maka wajib shalat dzuhur, tetapi ada syarat sebelum melakukan shalat itu, apabila sempurna segala syarat barulah sah shalatnya, jikalau tiada sempurna segala syarat maka batal shalatnya, terkadang sudah sempurna segala syarat tetapi datang mani diwaktu itu seperti datang haid bagi kaum perempuan, maka tercegahlah ia daripada mengerjakan shalat itu, jikalau dikerjakan maka jadi haram dan berdosa, karena ada mani waktu itu.

Itulah perintah Allah yang diturunkan-Nya kepada kamu, dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat-gandakan pahala baginya. (QS: Ath-Thalaaq-5).

Muslim yang awam yang mengikuti Rasul dengan jalan menuntut ilmu pada ahli zikr (ahli waris ilmu Rasulullah SAW.) tetap dituntut taat pada perintah Allah dan Rasul-Nya (taklid) walaupun belum mengerti atau belum beriman, sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan Maha Penyayang. Baca QS: Al-Hujuraat-14

Nafsu dan Syahwat (rasa duniawi) mu akan tersiksa ketika engkau memenuhi tuntutan Tuhanmu, maka bersabarlah. Baca: QS: Muddatstsir-7

Barang siapa tiada menuntut ilmu dan mengikuti ahli zikr yang merupakan ahli waris ilmu dan akhlaq Rasulullah SAW, maka sesungguhnya mereka tiada mengikuti Rasul, dan mereka tiada dituntut untuk taat kepada Allah dan Rasul-Nya walaupun mengaku islam dan hafidz segala hukum syariat islam, sebab tiada dosa yang tiada diampuni selain syirik, sedangkan nyata-nyata mereka merasa telah berbuat sesuatu, padahal Allah-lah yang menjadikan mereka dan apa-apa yang mereka perbuat, sesungguhnya mereka tiada dihisab sama sekali, melainkan langsung menjadi bara api neraka.

Hakikat makrifat (Pengenalan Diri) yang merupakan jalan bagi Agama ada tiga bagian.

Hakikat Makrifat Pada orang Awam.
Keyakinan Jazam (Putus, 100% percaya) adanya Allah, Zat Yang menjadikan dirinya dan apa-apa yang ia saksikan, tiada syak, waham ataupun zon, dengan jalan ilmu yang mufakat dengan dalil, dalilnya yaitu Kitabullah dan Assunnah yang dipelajari melalui Ahli Zikr, yakni Al-qur'aan yang hidup pada masanya.

Inilah muslim yang awam, termasuk pada golongan ini adalah ulama-ulama fuqaha, walaupun belum mulai menjalankan agama, namun sudah masuk menjalankan agama apabila ia menuntut ilmu pada seorang ahli waris ilmu dan ahlaq Rasulullah SAW serta mengamalkannya sekedar yang ia fahami secara taklid dahulu kepada ilmu yang ia fahami itu.

Hakikat Makrifat Pada orang Khawas.
Keyakinan Jazam (Putus, 100% percaya) adanya Allah, Zat Yang menjadikan dirinya dan apa-apa yang ia saksikan, tiada syak, waham ataupun zon, dengan jalan ilham ilahi yang mufakat dengan aqal dan ilmunya (Alqur'aan dan Assunnah), dalilnya yaitu pada dirinya, seperti firman Allah Ta'ala:
"Wa Fii Anfusikum, afala tubsiruun?"
"Didalam dirimu tidak kah engkau perhatikan?"


Dan lagi sabda Rasulullah SAW: "Man Arafa Nafsahu faqad arafa rabbahu.."
"Barang siapa mengenal dirinya, niscaya mengenal Tuhannya."


Maka inilah orang-orang mukmin yang benar-benar menjaga dirinya dengan Kasih Sayang Tuhannya dari segala maksiat bathin dan terlebih dari maksiat yang zahir.

Hakikat Makrifat Pada orang Khawas Al- Khawas.
Keyakinan Jazam (Putus, 100% percaya) adanya Allah, Zat Yang menjadikan dirinya dan apa-apa yang ia saksikan, tiada syak, waham ataupun zon, dengan jalan Kasaf Ilahi yakni tidak memerlukan dalil, sebab senantiasa ia berhadapan langsung dengan Tuhannya setiap saat, ialah Ahli Zikr, yakni Al-qur'aan yang hidup.

Ia terpelihara dari mencampur adukan perkara yang Haq dengan yang bathil, ia terpelihara dari berhasrat menzahirkan apa-apa yang menjadi rahasia dirinya dan rahasia Tuhannya, melainkan apabila Tuhannya menghendaki ia bergerak dan diam semata-mata karena Wahyu Allah Semata, tiada yang sampai kepada keadaan ini sejak awal manusia dijadikan hingga akhirnya melainkan Muhammad SAW.

Dan Allah menjanjikan keberadaan Al-Qur'aan ini hingga akhir zaman, bahkan Allah menjamin kemurnian kebenaran ajarannya.

HAJAT
Hajat atau tujuan (objective) diri dalam hidup ini adalah mengakui Allah sebagai Tuhannya, untuk dapat mencapai tujuan ini setiap diri diwajibkan mengenal Allah dengan sebenar-benar pengenalan berlazim dengan keadaan maqam makrifat dirinya seperti yang dihuraikan pada bab Hakikat Makrifat.

Maka sah lah diri disebut ihsan, yakni diri semata-mata menyaksikan Kesempurnaan Zat Tuhannya melalui Kehebatan, Kebesaran dan Kemuliaan Sifat-Sifat-Nya yang ditajalikan pada dirinya melalui segala khabar (informasi) yang sempurna bagi diri sehingga-hingga segala khabar itu terlihat nyata bagi diri.

Sekurang-kurangnya pada martabat ihsan (muslim) adalah keyakinannya yang jazam (putus) tiada syak, waham dan zon dengan ilmunya yang berdasar dalil dari Kitabullah dan Assunnah bahwa Tuhannya mengetahui apa-apa yang yang ada pada dirinya yakni ia yakin Allah Melihat segala perbuatannya, ia yakin Allah Mendengar segala perkataannya bahkan yang didalam hatinya. Inilah sekurang-kurangnya awal perjalanan menuntut jalan akhirat.

UNTUNG RUGI
Diri yang merugi adalah diri yang terpedaya dengan segala perasaan, pendengaran dan penglihatannya, ia memandang nyata pada segala yang ada pada penyaksiannya, ia tiada merasakan Kebesaran Zat Yang Menjadikan segalanya itu, ia dusta ketika mengatakan Allah adalah Tuhanku padahal ia mempertuhankan apa-apa yang ia saksikan. Ia ingkar janji kepada Allah, ia lupa pada janjinya untuk mengakui Allah sebagai Tuhannya ketika Tuhannya bertanya kepadanya Alastu bi Rabbikum ?, dan ia khianat ketika Allah memberinya amanah pendengaran, penglihatan dan hati untuk meng-Esa-kan Dia.

Maka segala perbuatannya adalah Maksiat walaupun ia mengerjakan shalat, puasa, zakat atau haji sekalipun, sebab ia termasuk golongan Munafiqun yang mengekalkan syirik yang tersembunyi.

Ketahuilah, kebanyakan orang akhir zaman ini melakukan ibadah namun hatinya kosong, ibarat banyak membangun mesjid yang megah, namun isinya hanyalah kerangka kosong yang berlomba-lomba memperebutkan duniawi (Kemuliaan, kehormatan dihadapan makhluq dan kesenangan harta serta jaminan makanan yang berlimpah), Sungguh Allah mengampuni segala dosa manusia melainkan syirik.

Diri yang beruntung adalah diri yang menyaksikan Kesempurnaan Tuhannya pada segala kejadian yang berlaku padanya, yakni segala perasaan, penglihatan, penciuman ataupun pendengarannya, ia tiada terpedaya dengan hasrat dan nafsu duniawi melainkan sekedar hajat.

Ia menyerahkan segala sesuatu yang ada pada dirinya kepada Tuhannya, apabila ia melakukan ikhtiar semata-mata demi hajatnya untuk senantiasa mengakui Allah sebagai Tuhannya, ia redla kepada segala perbuatan Tuhan terhadap dirinya, ia akan merasa susah dan gelisah apabila Allah menggerakan dirinya pada maksiat yang zahir, maka ia bertobat setiap saat sebab mengetahui Allah pasti mentajalikan maksiat pada dirinya ketika ada keragu-raguan (syak) dalam dirinya kepada Allah dan Allah pasti akan mentajalikan dirinya kepada taat ketika ia jazam (yakin 100%) mengakui Allah sebagai Tuhannya.

ZAT DAN SIFAT
Ketahui olehmu pada bab Zat dan Sifat ini memerlukan kehati-hatian dalam memahamkannya, sebab bila direnung sekilas seolah mudah, namun kebanyakan diri sulit untuk memahami hal ini, terlebih bagi makhluq takabur dimuka bumi yang dihijab dari pengetahuan ini dengan sebab mereka meringan-ringankan hal yang sangat penting untuk difahami ini.

Pengertian zat adalah sesuatu yang ada (wujud), dan zat tiada memerlukan tempat berdiri.

Pengertian sifat adalah suatu keadaan, sifat memerlukan tempat berdiri, tempat berdiri sifat adalah zat.

Zat adalah wujud yang sebenarnya, sifat itu ibarat bayang-bayang zat, sifat adalah hal yang menjelaskan tentang keadaan zat.

Zat dan sifat tiada bersatu dan tiada bercerai, sifat mustahil ada apabila tiada zat, dan zat mustahil dikenal apabila tiada bersifat.

Maka ketahui olehmu, zat adalah sesuatu yang tiada dapat diperbincangkan ataupun dihuraikan, apabila ada perbincangan tentang zat itu, maka yang diperbincangkan itu bukanlah zat, melainkan sifat daripada zat itu. Sifat pada lafadz, zat pada makna, Zat ada dua jenis:
1. Zat Tuhan, wujudnya tidak disebabkan oleh sesuatu sebab, tiada berkehendak kepada tempat berdiri dan tiada berkehendak kepada yang menjadikan.
2. Zat alam, wujudnya disebabkan oleh sebab dijadikan, tiada berkehendak kepada tempat berdiri tetapi berkehendak kepada Yang Menjadikan.

Sifat ada dua jenis:
1. Sifat Tuhan, keadaannya tidak disebabkan oleh suatu sebab, berdiri pada Zat Tuhan, tiada berkehendak kepada yang menjadikan.
2. Sifat alam, keadaannya disebabkan oleh sebab dijadikan, berdiri pada zat alam, berkehendak kepada Yang Menjadikan.

ZAT ALAM

Zat alam ada dua bahagi:
1. Zat Ardli, Ada permulaan tiada kesudahan, sebab di kekalkan oleh Zat Yang Menjadikan. inilah sebenar-benar dirimu.
2. Zat Mujazi, Ada permulaan dan ada kesudahan. inilah segala yang engkau saksikan di dunia, termasuk jasadmu.

Sifat alam ada empat perkara:
1. berkehendak kepada tempat
2. berjihat (Arah).
3. bercerai atau bersusun-susun
4. mempunyai arad (Warna, Bentuk, Rasa dan segala keadaan yang lainnya)

Zat alam adanya karena dijadikan oleh Zat Yang Qadim, ketika zat alam dijadikan maka dijadikanlah segala sifat alam ini dengan Kuasa dan Ketentuan-Nya, begitulah Perbuatan-Nya Yang Esa meliputi segala kejadian.

Zat alam itulah yang disebut dengan Rahasia Ketuhanan yang merupakan bayang-bayang Zat Yang Menjadikannya, istilah Rahasia Ketuhanan inilah disebut dengan Latiefat-Ar-Rabbaniyah.

Zat Yang Qadim Menjadikan waktu dan memperjalankan zat alam didalam waktu yang Dia ciptakan itu, maka berlazimlah urutan kejadian mulai dari awal tersusun hingga akhir kejadian yang dijelaskan pada bab yang sedang engkau baca ini hanyalah merupakan pendekatan faham belaka, sesungguhnya kejadian itu dari awal hingga akhirnya dijadikan sekaligus dijadikan oleh Zat Yang Qadim dengan Kalam-Nya, Kun!!! (Jadi!!) Fayaa-Kun (Maka Jadilah), Zat Yang Qadim tiada memerlukan pertolongan dari sesuatu apapun, sebab sebelum segala sesuatu itu dijadikan tiadalah sesuatu yang Wujud melainkan Dia. Baca QS: Al-Qamar-50

Awal kejadian zat alam ini dianugerahi sifat dapat mengetahui dan dapat membedakan antara zat dirinya dengan Zat Tuhannya, maka zat alam ini dinamakan Aqal, ia mengetahui sekedar yang dikhabarkan oleh Tuhannya, ketahui olehmu bahwasanya pada awal kejadian zat alam ini dianugerahi pengetahuan yang tiada terdinding oleh suatu apapun, penyaksiannya sangat jazam (Haqul Yaqien), sehingga ia tunduk dan taat kepada Tuhannya, sifat ini lazim disebut dengan sifat Malaikat.

Kemudian zat alam ini dianugerahi sifat berkehendak kepada mengingat dan mencatat sesuatu kejadian yang berlaku pada dirinya, maka dinamakanlah ia Qalbu (Hati), ketika itulah Allah menyeru kepadanya, Alastu bi Rabbikum? , lalu ia menjawab, Qaalu bala, Syahidna" sifat inilah yang lazim disebut dengan ihsan.

Kemudian Zat Yang Qadim menganugerahi jasad (tempat) dari saripati tanah yang merupakan kendaraan bagi zat alam untuk menunaikan janjinya dalam memuja dan mempertuhankan Zat Yang Qadim, lazim jasad ini dinamakan dengan alam dunia (zahir).

Ketika zat alam ditiupkan kedalam jasadnya maka hiduplah segala fungsi-fungsi yang ada pada jasadnya itu, sifat pada menghidupkan fungsi-fungsi pada sekalian badannya inilah yang lazim zat alam disebut dengan sebutan Ruh, maka terhijablah segala penyaksiannya yang Haqul yaqien itu, digantikan dengan penyaksian yang terbatas (terhad) pada sandaran wastah (alat) yang ada pada jasadnya semata, yakni hati, pendengar dan penglihat.

Wastah pada jasad ini berlazim dengan segala badan, dengan hati maka didunia ia dapat merasakan segala khabar dari Zat Yang Qadim, dengan penglihat dan pendengar maka didunia ia dapat menyaksikan segala khabar dari Zat Yang Qadim, perasaan dan penyaksian didunia yang berlazim dengan jasad inilah maka dinamakanlah zat alam ini Nafsu, saat inilah zat alam terhijab (terdinding oleh kehendak jasad) dari apa-apa yang sebelumnya ia ketahui dengan tiga hijab, yakni hijab pada Qada& Qadar, hijab pengenalan terhadap dirinya dan hijab pengenalan terhadap Tuhannya. Baca QS: Az-Zumar-6

Sebelum ditiupkan kedalam jasadnya zat alam ibarat batu yang putih bersih suci mulia, namun setelah ditiupkan kedalam jasad ia berubah menjadi batu hitam kelam dan kotor terselimuti oleh hijab yang ada pada jasadnya, maka lazim sebutan baginya itu Hazar azwaad.

Maka dimulailah perjalanan zat alam didalam dunia melalui jasadnya, sesungguhnya zat alam mempunyai amanah untuk membersihkan dan membawa jasadnya kehadapan Tuhannya dengan pengakuan yang sebenar-benar pengenalan sehingga seperti keadaan awal ia dijadikan, yakni kembali Haqul yaqien hingga benar-benar Tunduk dan Taat zahir dan bathin kepada Tuhannya. Baca QS: Al-ARaaf-29

Apabila zat alam tidak berhasil membawa jasadnya untuk kembali kepada pengenalan terhadap Tuhannya maka ia akan tertipu oleh nafsunya yang terhijab dari keadaan yang haq, dan ia akan menyangkal wujud Tuhannya, dan menyangkal dirinya dijadikan oleh Tuhannya, maka lazim sifat ini dinamakan Saithon, dan wujudnya disebut iblis. Baca QS: Shaad-74, QS: Al-ARaaf -179, QS: Al-Maaidah-13.

Ketahui olehmu zat alam hanyalah satu adanya, tidak berbilang-bilang, ia adalah khalifah bagi semesta alam dibumi, dan tiada disebut khalifah apabila ada lebih dari satu. Baca QS: An-Naml-62, QS: Al-Anaam-94.

Sesungguhnya Allah menjadikan alam bagimu supaya engkau mengenal akan Dia, bahkan Dia menjadikan syaithon bagimu dari jenis jin (Bathin) dan manusia (Zahir) sebagai ujian bagimu. Baca QS: Al-Anaam-112.
<Prev

Buka Kitab Futuhal Ghaib
Kumpulan dan Blog2 Islami


Blogs
Main