click

Date: 10/16/2008

Perjalanan Hakiki - 2

HUKUM AQAL

Pengertian Aqal adalah suatu hukum yang menetapkan akan ADA atau TIADA sesuatu.

Maka Aqal ini adalah salah satu sebutan (nama) pada perbuatan AMANAH yang dipikulkan oleh Allah kepada diri-mu (Jika engkau manusia).

Tentang AMANAH yang tersebut adalah sesuatu yang ghaib yang nyata-nyata ada pada diri-mu, Insya Allah akan dihuraikan lain waktu jika ada kesempatan pada rubu khusus tentang Rahasia Ketuhanan (Latifatu Rabbaniyah) yang diamanatkan oleh Allah kepada diri-mu, sebab Rahasia maka tidak akan disampaikan secara umum, melainkan khusus kepada orang yang percaya dan berkehendak mengetahui (Salikin / Orang Muslim yang berkehendak mengetahui jalan akhirat).

Maka perbuatan yang disebut Aqal ini adalah dua jenis:
1. Aqal Nadzari, yakni Aqal yang berkehendak kepada dalil dan keterangan.
Perumpamaan: Engkau mengetahui (menyaksikan/meyakini) bahwa ada harimau malam tadi dipekarangan rumahmu. Bermula ketika ada orang yang memberitahukannya kepadamu bahwa ia mendengar suara harimau (Keterangan), lalu engkau pergi kepekarangan rumahmu dan ketika engkau mendapati tapak jejak bekas kaki harimau (dalil), maka engkau percaya (menyaksikan) bahwa tadi malam ada harimau.
2. Aqal Dhlururi, yakni aqal yang tiada berkehendak kepada dalil dan keterangan.
Perumpamaan: Engkau menyaksikan kebenaran peristiwa isra-miraj yang dikhabarkan oleh Rasulullah SAW, Bermula engkau percaya kepada Allah dan percaya kepada Rasul-Nya, maka apapun yang dikhabarkan kepadamu dari Rasulullah, engkau langsung percaya (menyaksikan), engkau mengharamkan dirimu dari mencari dalil dan keterangan yang jelas-jelas tiada sanggup engkau memikirkan perbuatan Tuhanmu, maka engkau mendapatkan perasaan iman yang bertambah kepada Tuhanmu yang Kuasa atas segala sesuatu.

HUKUM AQAL
Adapun hukum aqal itu dibahagi tiga perkara:
1. Wajib Aqal, yakni Sesuatu yang tidak diterima oleh aqal akan tiada-Nya, maka Wajib Ada-Nya.
2. Mustahil Aqal, yakni Sesuatu yang tidak diterima oleh aqal akan ada-nya, maka Mustahil ada-nya.
3. Harus (Jaiz) Aqal, yakni sesuatu yang diterima oleh aqal akan ada-nya dan tiada-nya.

Perumpamaan: Bila engkau meyakini sesuatu itu ada disebabkan engkau menyaksikannya, maka aqal akan mempertanyakan dari mana asal kejadiannya, dan bagaimana jika tidak dijadikan? Ketika engkau yakin sesuatu itu ada karena diadakan, maka aqal-mu yakin bahwa Harus (Jaiz) ada-nya sesuatu itu, sebab bila sesuatu itu tidak dijadikan atau dibinasakan, maka sesuatu itu jadi tidak ada.

Ketika engkau mempertanyakan bagaimana ke-ada-an Zat Yang Menjadikan segala sesuatu itu, maka engkau meyakini bahwa Zat Yang Menjadikan itu tidak terjadi oleh karena sesuatu sebab, yakni:
1. Tidak dijadikan oleh sesuatu.
2. Tidak menjadikan dirinya-Nya sendiri.
3. Tidak terjadi dengan sedirinya (tidak begitu saja terjadi)
4. Tidak berjadi-jadian, misalnya si A menjadikan si B lalu si B menjadikan si A.

Karena engkau memandang Ada Zat Yang menjadikan segala sesuatu yang Harus (jaiz) yang engkau saksikan di semesta alam ini dan Zat Yang Menjadikan segala sesuatu itu Ada-Nya tidak karena oleh sesuatu sebab, maka aqal-mu yakin bahwa Wajib Ada-Nya Zat itu, Sesungguhnya Zat itulah yang engkau sebut Tuhan-mu.

Karena engkau memandang Ada Zat Yang menjadikan segala sesuatu yang Harus (jaiz) yang engkau saksikan di semesta alam ini dan Zat Yang Menjadikan segala sesuatu itu Ada-Nya tidak karena oleh sesuatu sebab, maka aqal-mu yakin bahwa Mustahil Ada kekurangan (Ketidak sempurnaan) pada-Nya.

Inilah awal mula ilmu (pendahuluan) untuk engkau kembali kepada mengetahui tujuan yang hakiki bagi diri-mu, barulah aqal-mu mempercayai dan meyakini ketika dikatakan orang kepadamu bahwa Allah itu Wujud (Ada), Qidam (Sedia/Tiada awal), Baqa (Kekal/Tiada akhir), Mukhalafatuhu lil hawadits (Berbeda dengan sesuatu yang jaiz), Qiyamu bi Nafsihi (Berdiri sendiri/Tidak memerlukan bantuan sesuatu apapun pada menjadikan ciptaan-Nya, bahkan segala sesuatu apapun itu Dia Yang Menciptakan) dan Esa (Tiada bersusun-susun, tiada bercerai-cerai dan tiada berbilang-bilang).

Dan barang siapa yang tiada memiliki pengetahuan terhadap hal ini adalah binatang, jika manusia maka manusia itu adalah Kafirun dan munafiqun.

Orang yang awwam dan segala heiwan yang hidup memakai nyawa menyangka bahwa segala sesuatu yang disaksikan adalah nyata, sebab inilah mereka disebut belum ber-aqal atau kurang aqal, dan cenderung bagi anak-anak yang belum baligh ada pada keadaan ini.

Apabila ia mulai mengetahui betapa segala sesuatu yang disaksikan itu fana dan jaiz maka mulailah perjalanan perenungan-perenungan pada jalan akhirat yang disebut dengan taffakur (merenung).

ALAM
Ketahui olehmu, segala sesuatu yang disaksikan pada semesta alam ini ada 4 (empat) jenis:
1. Jirim, yakni barang yang dapat dihitung bersamaan luar dan dalam. Misalnya: Benda padat, besi, daging, kayu, tulang, daun dan sebagainya.
2. Jisim, yakni barang yang hidup memakai nyawa, tidak bersamaan luar dan dalam. Misalnya: Manusia dan heiwan.
3. Jauhar farad, yakni barang yang halus, tidak dapat dibelah-belah atau dihitung. Misalnya: Asap, cahaya, udara, benda cair, debu, listrik dan lain-lain.
4. Jauhar latief, yakni barang yang halus tidak dapat disaksikan oleh khawas yang lima namun nyata adanya bagi diri. Misalnya: Ruh, Jin, Malaikat dan Syaithon.

Maha Suci Zat Yang menjadikan segala sesuatu itu seperti salah satu dari keempat jenis alam yang tersebut diatas itu, sebab Dia Yang menjadikan segala jenis bagi alam itu.

Jirim, Jisim, jauhar Farad dan Jauhar latief itu wajib mempunyai keadaan (sifat) dengan empat keadaan:
1. Memakai Tempat, misalnya, ada pada dunia, ada pada alam, ada pada khayal atau bayang-bayang fikiran (kenangan) dan ada didalam waktu (masa).
2. Memakai Jihat (arah), misalnya, di utara, di selatan, di atas, di bawah, hadapan atau belakang.
3. Bersusun-susun atau bercerai-cerai, misalnya manusia, bersusun-susun maksudnya mulai dari ujung rambut hingga ke ujung kaki, bercerai-cerai maksudnya ada manusia yang satu dan ada pula manusia yang lainnya.
4. Memakai Arad (Sifat), Misalnya Warna, Bentuk, Rupa, Panas atau dingin, Besar atau Kecil, Gerak atau diam, Keras atau lunak, Bising atau sunyi, Harum atau bau, Asam atau Manis, Halus atau kasar dan lainnya.

Maha Suci Zat Yang menjadikan segala sesuatu itu keadaannya seperti salah satu dari keempat keadaan Alam yang tersebut diatas itu, sebab Dia Yang menjadikan keempat keadaan bagi alam itu.

Ketahui olehmu, apabila engkau renungkan baik-baik, maka segala yang dijadikan oleh Allah itu keadaan zahirnya selalu berubah setiap detiknya, dan tidak akan sama dari awal hingga akhir kejadian, pasti ada saja faktor-faktor kecil yang membedakannya, untuk inilah dinamakan Baharu Alam, artinya berubah.

Maka kejadian yang telah berlalu itu tidaklah akan kembali menjadi sebuah kenyataan lagi, melainkan menjadi sebuah kenangan, ketahui olehmu, sesungguhnya tiadalah kenyataan didunia ini, melainkan prasangkaan belaka atau lebih jelasnya hidup didunia ini ibarat mimpi, untuk itulah prasangkaan memandang nyata kepada segala yang disaksikan didunia itu disebut bathil.

Kenyataan yang haq (benar) adalah saat ini, yang Berlalu adalah kenangan, yang akan datang adalah khayal atau angan-angan, Sungguh tiada kenyataan selain saat ini.

Dan engkau saat ini sedang menyaksikan Afal (Perbuatan) Zat Yang Menjadikan segala sesuatu yang sedang engkau saksikan ini, Dia yang menjadikan Waktu dan segala yang terjadi pada waktu, Dia Yang menjadikan masa lalu, masa kini dan masa yang lagi pasti akan datang, yakni akhirat.

Maka inilah yang disebut permulaan menyaksikan Tiada Yang Wujud selain Zat Yang Menjadikan Segala yang engkau saksikan, Dia-lah Allah, Tuhanmu! Dia tiada berubah-ubah pada Kenyataan Yang Haq, Dia Kekal pada penyaksianmu terhadap alam ini, namun engkau khianat pada janjimu, Dusta engkau kepada-Nya, sungguh engkau adalah kaum yang merugi, sebab engkau mencampurkan adukkan Yang Haq dengan yang bathil, padahal engkau mengetahui.

Bertobatlah kepada Tuhanmu, sesungguhnya semata-mata Dia-lah yang engkau hadapi, sebab segala yang engkau saksikan, termasuk ketika engkau membaca tulisan ini, tiada terlepas dari Kekuasaan-Nya, Dia-lah ALLAH yang menjadikan-mu dan meliputi segalanya ini sehingga dapat engkau saksikan.

Wallahu kholaqakum wa maa tamaluun
Dan Allah-lah yang menjadikan-mu dan apa-apa penyaksianmu
(QS: Ash-Shaaffaat-96).

Katakanlah: Aku Bersaksi! Bahwa Tiada Tuhan Yang Haq Selain Allah!!, dan aku bersaksi! Bahwa Muhammad (hati yang bersih sempurna terhadap segala yang bathil) adalah utusan Allah

HUKUM ADAT THOBI'AT
Arti adat thobiat adalah kebiasaan-kebiasaan yang terjadi pada semesta alam ini (Dalam hukum aqal disebut harus/jaiz aqal atau bisa diterima oleh aqal akan ada atau tiadanya), maka hukum adat thobiat ini berlaku hanya ketika hidup didunia saja.

Kejadian-kejadian yang dijadikan oleh Zat Yang Kuasa dan Yang Menentukan pada alam ini saling berhubungan atau saling berkaitan satu dengan yang lainnya dalam keadaan tidak tetap, namun disebabkan terdapat kebiasaan-kebiasaan (Thobiat) yang berupa sebab dan akibat pada alam ini maka kebiasaan-kebiasaan (thobiat) itu cenderung dirumuskan menjadi suatu ketetapan apabila mendekati kebiasaan kejadian yang berlaku walaupun tidak bersifat tetap atau pasti , maka dinamakanlah ketetapan itu dengan nama hukum adat thobiat (kebiasaan).

Hukum Adat Thobiat ini adalah dasar dari segala hukum yang berlaku didunia ini, mulai dari hal yang sederhana hingga hal yang bersifat rumit, misalnya:
Makanan, sebab makan maka wajib kenyang sekedar yang dimakan.
Air, sebab minum air maka wajib hilang dahaga sekedar yang diminum.
Pisau tajam, sebab tajam apabila dipotongkan pada tangan maka wajib putus atau luka.
Api, sebab dibakarkan pada kayu kering maka wajib terbakar.

Kebiasaan-kebiasaan (Thobiat) ini berubah-ubah (tidak tetap), terkadang suatu kejadian yang dahulu dianggap mustahil apabila telah tiba waktunya terjadi berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan, maka menjadi wajib terjadi apabila memenuhi syarat-syarat kebiasaan itu. Misalnya: Berbicara langsung dengan orang yang berada dibenua yang berbeda, dahulu mustahil, sekarang tidak mustahil lagi sebab sudah ditemukan berbagai alat komunikasi, apabila cukup syarat peralatan-peralatannya maka menjadi wajib dapat berkomunikasi dengan orang yang berada dibenua yang berbeda itu.

Apabila dilakukan penelitian pada kebiasaan-kebiasaan (thobiat) alam ini, lalu ditetapkan dengan simbol-simbol dan ukuran pada faktor-faktor yang diteliti, maka akan didapat suatu rumusan yang dapat menjadi ketetapan pada suatu kejadian alam.

Sebab inilah berkembang penelitian-peneltian pada thobiat ini dari zaman ke zaman, mulai dari Matematika, Kimia, Biologi, Fisika, Sosial, Kejiwaan, hingga elektro-magnetic, yang menghasilkan penemuan-penemuan yang dahsyat pada kejadian alam ini, sungguh heibat Zat Yang Menjadikan penemu dan segala sesuatu yang ditemukan itu.

Tetapi manusia-manusia yang menemukan segala sesuatu yang sudah ada dalam Kuasa Tuhan itu kebanyakan tidak bersyukur, mereka sungguh telah lupa diri dan menjadi takabur, bahkan sanggup menjadikan otak mereka sebagai tuhan-tuhan mereka, kaum itu menyangka telah menciptakan sesuatu, padahal segala hal itu sudah ada dalam Ketentuan Tuhan Semesta alam yang menjadikan mereka dan apa-apa yang mereka kerjakan tetapi mereka benar-benar ingkar akan pertemuan dengan (bukti Keheibatan dan Kekuasaan) Tuhannya. Baca QS: Ar-Ruum-8.

Sesungguhnya ada kejadian yang mustahil pada thobiat ini (kejadian diluar kebiasaan / luar biasa), dan hal ini sudah terjadi sejak dahulu, misalnya pada kejadian Ibrahim, dibakar namun tiada hangus, kejadian Ismail, leher dipotong dengan pisau tajam tetapi tiada putus ataupun luka, Tongkat nabi Musa dilempar menjadi ular dan banyak lagi.

Kejadian diluar thobiat ini berlaku kepada hamba-hamba Allah, apabila berlaku pada Rasul-rasul disebut mukjizat, apabila terjadi kepada nabi-nabi disebut irhas, apabila terjadi kepada Wali-wali Allah disebut karamah dan apabila terjadi kepada Mukmin biasa yang taat disebut maunah.

Kejadian pada hamba-hamba Allah ini tiada disebabkan oleh keinginan (nafsu) mereka sendiri, melainkan mereka melakukan sesuatu yang biasa atas perintah Allah, dan Allah Menjadikan sesuatu itu sekehendak-Nya walaupun menjadi suatu kejadian yang diluar thobiat sebagai petunjuk bagi hamba-hamba-Nya bahwa Allah adalah Tuhan mereka yang Besar Kuasa-Nya dan Yang Mengetahui segala Rencana-Nya.

Kejadian diluar thobiat ini berlaku juga kepada Kafirun, mereka menyangka dengan tangan-tangan mereka sendiri dapat melakukan sesuatu yang diluar kebiasaan itu.

Disebut Istidraj, pada zahirnya baik tetapi itikadnya menyalahi misalnya mengobati orang, meramal (nujum), mengusir hantu dan lainnya, disebut Sauzah pada tukang sulap mata, disebut Kahanah pada tukang tenung/teluh dan disebut Sihir pada tukang sihir.

Maka pada kejadian Musa dan Firaun walaupun kejadian pada zahirnya sama-sama dapat merubah tongkat menjadi ular, tetapi itikad mereka berbeda satu dengan yang lain, yakni pengakuan terhadap Kekuasaan Rabb Zat Yang Kuasa atas segala sesuatu.

Sesungguhnya Allah memilih siapa-siapa yang dikehendaki-Nya untuk diberi petunjuk (Pengetahuan tentang hakikat hamba dan Tuhannya) atau disesatkan. Baca QS:Al-ARaaf-178, QS:Ar-Rad-33, QS:Ar-Ruum-29, QS:Az-Zumar-23, QS:Az-Zumar-36.

HUKUM SYARI'AT
Arti Syariat adalah aturan atau tatacara pada kelakuan zahir untuk mendapatkan sesuatu yang diinginkan didalam hati, yakni keredlaan Allah.

Kelakuan zahir yang diatur dalam syariat adalah meliputi seluruh kelakuan pada gerak atau diamnya jasad, yang menghasilkan beberapa kelakuan, yakni:
1. Perkataan, yakni menyampaikan pesan yang berupa lisan atau tulisan, tanda pada perubahan raut muka dan tanda pada perubahan anggota badan.
2. Perbuatan, yakni melakukan suatu pekerjaan yang menyebabkan suatu hasil, berlazim dengan hukum adat thobiat.
3. Membaca, yakni menyaksikan segala yang berlaku pada zahir dirinya dengan alat (wastah) khawas yang lima, dan mengambil ikhtibar (pelajaran) dari segala penyaksian itu berlazim dengan hukum Aqal.

Syariat adalah sarana (jalan) bagi hamba untuk berkomunikasi dengan Tuhannya melalui mujazi (dengan sandaran), yakni perbuatan (Afal) Tuhannya.

Hai Orang-orang yang beriman, rukulah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan. (QS: Al-Hajj-77).

Pada hakikatnya komunikasi (hubungan) dengan segala isi alam (Hablu min-annas) adalah mujazi (sandaran) penyerahan diri kepada Zat Yang Menjadikan alam (Hablu min-Allah).

Maka satu-satunya jalan untuk bertawakal (menyerahkan diri) kepada Tuhan selama ada didunia setiap makhluq dituntut untuk bersyariat sesuai dengan yang telah disampaikan kepada mereka oleh Allah, Zat Yang Menjadikan mereka, melalui Rasul-rasul Allah mulai dari Adam AS. hingga Muhammad SAW.

PENGERTIAN DOSA & PAHALA
Arti dosa pada hakikatnya adalah hijab (dinding) yang menghalangi makhluq pada mengenal Tuhannya. Hijab inilah yang menjadi azab (rasa pedih) bagi makhluq setelah dibangkitkan dari kematian mereka, betapa terkejut menyaksikan kenyataan Zat Yang HAQ yang selama ini mereka ingkari, rasa pedih yang ditimpakan kepada mereka pada saat ini tiada pernah mereka dapatkan didunia.

Sungguh azab Allah diakhirat ini tiada dapat dibandingkan rasanya dengan rasa pedih duniawi, rasa pedih duniawi ada batasan rasa dan waktu tertentu, disini mereka merasakan kepedihan yang tiada tertanggungkan oleh ruh mereka, tiada batas rasa kepedihannya itu (Bermilyar-milyar kali lipat lebih pedih dari rasa terpedih duniawi) dan tiada batas waktu (tiada sembuh-sembuh), sungguh mereka kekal dalam kepedihan yang tiada tertanggungkan oleh Ruh mereka. Baca QS: Al-Ahzab-66

Arti Pahala pada hakikatnya adalah terangkatnya hijab (dinding) yang menghalangi hamba sehingga ia mengenal hakikat Tuhannya sekedar aqalnya. mereka tiada terkejut ketika sampai di akhirat, kenyataan Zat Yang Haq ini sudah mereka saksikan didunia dan kekal tiada pernah berubah.

Sungguhpun demikian mereka terkejut ketika mendapatkan kenikmatan yang tiada pernah mereka rasa didunia, sungguh Nikmat Allah diakhirat ini tiada dapat dibandingkan dengan segala rasa nikmat duniawi, rasa nikmat duniawi ada batasan rasa dan waktu tertentu, disini mereka merasakan kenikmatan yang tiada tertanggungkan oleh ruh mereka, tiada batas rasa nikmat itu (Bermilyar-milyar kali lipat lebih nikmat dari rasa ternikmat duniawi) dan tiada batas waktu (tiada pudar-pudar), sungguh mereka kekal dalam kenikmatan yang tiada tertanggungkan oleh Ruh mereka. Baca: QS: Ath-Thalaaq-12, QS: Al-Jin-12

Maka dosa dan pahala atau lazim disebut Waid (Khabar Menakutkan) dan Waad (Khabar Menggembirakan) inilah yang menjadi ukuran pada hukum syariat, bukan takut kepada dosa atau harap kepada pahala dalam ukuran duniawi, melainkan Takut dan Harap semata-mata kepada Tuhan Zat Pemilik hamba, sebab hamba yang menanggung segala rasa sekehendak Tuhannya.
<Prev Next>

Buka Kitab Futuhal Ghaib
Kumpulan dan Blog2 Islami


Blogs
Main