click

Date: 10/13/2008

Futuhal Ghaib - Pelajaran 40 ~ 45

Pelajaran Keempat puluh

Jangan berharap menjadi saleh, jika kau belum menjadi musuh kedirianmu, dan benar-benar terlepas dari semua organ tubuhmu, dan terlepas dari semua hubungan dengan kemaujudanmu, dengan gerak-gerikmu dan kediamanmu, dengan pendengaranmu dan penglihatanmu, dengan pembicaraan dan dengan diammu, dengan upaya, tindakan dan pemikiranmu, dan dengan segala yang berasal darimu, sebelum kemaujudan ruhanimu mewujud dalam dirimu.

Dan semua itu akan kau dapat setelah kemaujudan ruhani bersemayam di dalam dirimu, sebab ini menjadi tabir antara kau dan Tuhanmu. Bila kau menjadi seorang yang suci jiwanya, bersahaja, rahasia dari segala rahasia dan yang gaib dari segala yang gaib, maka kau benar-benar berbeda dengan segala yang rahasia, dan mengakui segala suatu sebagai musuh, pengalang dan kegelapan, sebagaimana Ibrahim as berkata:
"Sesungguhnya mereka adalah musuh-musuhku, kecuali Tuhan semesta alam." (QS 26:77)

Dia berkata begini terhadap berhala-berhala. Maka pandanglah segala kmaujudanmu sebagai berhala, begitu pula ciptaan lainnya, jangan mematuhi mereka dan jangan mengikuti mereka. Maka kau akan dikaruniai hikmah, ma'rifat, daya cipta dan keajaiban, seperti yang dimiliki para beriman di surga.

Keberadaanmu dalam kondisi begini bak terbangkitkan dari kematian di akhirat. Menjadilah kau perwujudan kuasa Allah; kau mendengar melalui-Nya, melihat melalui-Nya, berbicara melalui-Nya, diam melalui-Nya, senang dan damai melalui-Nya. Dengan demikian, kau akan tuli terhadap segala suatu selain-Nya: sehingga kau tak mendapati kemaujudan selain-Nya, sehingga kau mengetahui hukum dan selaras dengan kewajiban dan larangan.

Maka bila sesuatu kekeliruan ada padamu, ketahuilah bahwa kau sedang diuji, digoda dan dipermainkan oleh setan-setan. Maka kembalilah kepada hukum dan pegang teguhlah ia, dan jagalah dirimu agar senantiasa bersih dari keinginan-keinginan rendah, sebab segala yang tak dikukuhkan oleh hukum adalah kekafiran.

Pelajaran Keempat puluh satu

Akan kami paparkan bagimu sebuah misal tentang kelimpahan, dan kami berkata, "Tidakkah kau lihat seorang raja yang menjadikan seorang biasa sebagai gubernur kota tertentu, memberinya busana kehormatan, bendera, panji-panji dan tentara, sehingga ia merasa aman mulai yakin bahwa hal itu akan kekal, bangga dengannya, dan lupa akan keadaan sebelumnya. Ia terseret oleh kebanggaan, kesombongan, dan kesia-siaan. Maka, datanglah perintah pemecatan dari raja.

Dan sang raja meminta penjelasan atas kejahatan-kejahatan yang telah dilakukannya dan pelanggarannya atas perintah dan larangannya. Lalu sang raja memenjarakannya di dalam sebuah penjara yang sempit dan gelap serta memperlama pemenjaraannya, dan orang itu terus menderita, terhinakan dan sengsara, akibat ketakaburan dan kesia-siaannya, dirinya hancur, api kehendaknya padam, dan semua ini terjadi di depan mata sang raja dan diketahuinya.

Setelah itu ia menjadi kasihan terhadap orang itu, dan memerintahkan agar ia dibebaskan dari penjara, disertai kelembutan terhadapnya, dianugerahkan kembali busana kehormatan, dan dijadikannya kembali ia sebagai gubernur. Ia menganugerahkan semua ini kepada orang itu sebagai karunia cuma-cuma. Kemudian ia menjadi teguh, bersih, berkecukupan dan terahmati.

Beginilah keadaan seorang beriman yang didekatkan dan dipilih-Nya.

Ia bukakan di hadapan mata hatinya pintu-pintu kasih-sayang, kemurahan dan pahala. Maka, ia melihat dengan hatinya yang mata tak pernah melihat, yang telinga tak pernah mendengar, yang hati manusia tak tahu akan hal-hal gaib dari kerajaan lelangit dan bumi, akan kedekatan dengan-Nya, akan kata manis, janji menyenangkan, limpahan kasih-sayang, akan diterimanya doa dan kebajikan, dan akan dipenuhinya janji serta kata-kata bijak bagi hatinya, yang menyatakan sendiri melalui lidahnya, dan dengan semua ini Ia sempurnakan bagi orang ini karunia-karunia-Nya pada tubuhnya, yang berupa makanan, minuman, busana, istri yang halal, hal-hal lain yang halal dan pemerhati terhadap hukum dan tindak pengabdian.

Lalu, Allah memelihara keadaan ini bagi hamba beriman-Nya yang didekatkan kepada-Nya sampai sang hamba beriman-Nya yang didekatkan kepada-Nya sampai sang hamba merasa aman di dalamnya, terkecoh olehnya dan percaya bahwa hal itu kekal. Maka, Allah membukakan baginya pintu-pintu musibah, aneka kesulitan hidup, milikan, istri, anak, dan mencabut darinya segala karunia yang telah dilimpahkan-Nya kepadanya sebelum ini, sehingga ia terkulai, hancur dan terputus dari masyarakatnya.

Bila ia melihat keadaan-keadaan lahiriahnya, maka ia melihat hal-hal yang buruk baginya. Bila ia melihat hati dan jiwanya, maka ia melihat hal-hal yang menyedihkannya. Jika ia memohon kepada Allah untuk menjauhkan kesulitannya, maka permohonannya itu tak diterima. Jika ia memohon janji baik, ia tak segera mendapatkannya. Jika ia berjanji, ia tak tahu tentang pemenuhannya.

Bila ia bermimpi, ia tak bisa menafsirkannya dan tak tahu tentang kebenarannya. Bila ia bermaksud kembali kepada manusia, ia tak mendapatkan sarana untuk itu. Bila ada sesuatu pilihan baginya dan ia bertindak berdasarkan pilihan itu, maka ia segera tersiksa, tangan-tangan orang memegang tubuhnya, dan lidah-lidah mereka menyerang kehormatannya.

Bila ia hendak melepaskan dirinya dari keadaan ini, dan kembali kepada keadaan sebelumnya, ia gagal. Bila ia memohon agar dikaruniai pengabdian, ketercerahan dan kebahagiaan di tengah-tengah musibah yang dialaminya, permohonannya itu pun tak diterima.

Maka, dirinya mulai meleleh, hawa nafsunya mulai sirna, maksud-maksud serta kerinduan-kerinduannya mulai pupus, dan kemaujudan segala suatu menjadi tiada. Keadaannya ini diperpanjang dan kian hebat, hingga sang hamba berlalu dari sifat-sifat manusia. Tinggallah ia sebagai ruh. Ia mendengar panggilan jiwa kepadanya:
"Hantamkanlah kakimu, inilah air yang sejuk untuk mandi dan minum."
(QS 38:42)

Sebagaimana panggilan kepada Nabi Ayub as. Lalu Allah mengalirkan samudra kasih-sayang dan kelembutan-Nya ke dalam hatinya, menggelorakannya dengan kebahagiaan, aroma harum pengetahuan tentang hakikat dan ketinggian pengetahuan-Nya, membukakan baginya pintu-pintu nikmat dalam segala keadaan hidup, membuat para raja mengabdi kepadanya, menyempurnakan baginya nikmat-nikmat-Nya lahiriah dan ruhaniah, menyempurnakan lahiriahnya melalui makhluk dan rahmat-rahmat lain-Nya, menyempurnakan ruhaninya dengan kelembutan dan karunia-Nya, dan membuat keadaan ini berkesinambungan baginya, hingga ia menghadap-Nya.

Kemudian Ia memasukkannya ke dalam yang mata tak pernah melihat, yang telinga tak pernah mendengar dan yang tak pernah tersirat dalam hati manusia, sebagaimana firman-Nya:
"Tiada jiwa yang tahu yang disembunyikan bagi mereka, yang akan mengenakkan mata mereka, balasan bagi yang telah mereka perbuat." (QS 32:17)

Pelajaran Keempat puluh dua


Keadaan ruhani manusia itu: bahagia dan duka. Bila duka, maka timbul kecemasan, keluhan, ketaksenangan, pencomelan, penyalahan terhadap perilaku buruk, dosa karena menyekutukan sang Pencipta dengan makhluk dan sarana-sarana duniawi, dan akhirnya kekafiran.

Bila bahagia, ia menjadi kurban kerakusan, kehinaan hawa nafsu. Bila nafsu diperturutkan, ia pun menginginkan yang lainnya dan meremehkan karunia yang dimilikinya; maka ia tak menghargai karunia-karunia ini dan meminta karunia yang lebih baik lagi, sehingga hal ini menempatkannya dalam rangkaian kesulitan yang tak berakhir di dunia ini atau di akhirat, sebagaimana dikatakan: "Sesungguhnya siksaan paling pedih yaitu bagi pengupayaan yang bukan bagiannya."

Maka, bila ia dirundung kesulitan yang dikehendaki hanyalah sirnanya kesulitan itu. Ia menjadi lupa akan segala karunia, dan tidak menghendaki sesuatupun dari hal ini. Bila ia dikaruniai kebahagiaan hidup, maka ia kembali menjadi sombong, rakus, membangkang terhadap Tuhannya dan tenggelam dalam dosa. Ia pun lupa akan kesengsaraannya ini dan bencana, yang kurbannya adalah dia.

Maka segeralah ia menjadi lebih buruk daripada kala ia diharu-biru aneka musibah dan kesulitan sebagai hukuman atas dosa-dosanya, agar ia terjauhkan dari hal-hal ini dan menahannya dari perbuatan dosa di kemudian hari, setelah kemudahan dan kesenangan tak mengubahnya, tetapi keselamatannya terletak dalam musibah dan kesulitan.

Andai ia berlaku baik, setelah bencana berlalu darinya, teguh dalam kepatuhan, bersyukur dan menerima nasibnya dangan senang hati, maka hal itu lebih baik baginya di dunia ini dan di akhirat. Maka, hidupmu akan kian bahagia.

Nah, barangsiapa menginginkan keselamatan hidup di dunia ini dan di akhirat, maka ia harus senantiasa bersabar, pasrah, menghindar dari mengeluh kepada orang, dan memperoleh kebutuhannya dari Tuhannya, Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, dan membuatnya sebagai kewajiban untuk mematuhi-Nya, harus menantikan kemudahan dan sepenuhnya mengabdi kepada-Nya, Yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Ia, betapa pun, lebih baik ketimbang seluruh makhluk-Nya.

Maka Pencabutan oleh-Nya menjadi karunia, Penghukuman-Nya menjadi rahmat, musibah dari-Nya menjadi obat, janji-Nya terpenuhi. Kemurahan-Nya merupakan kenyataan yang ada. Kata-Nya merupakan suatu kebajikan. Tentu, firman-Nya, di kala Ia menghendaki sesuatu, hanyalah ucapan terhadapnya "Jadilah," maka jadilah ia. Maka, seluruh tindakan-Nya baik, bijak dan tepat, kecuali bahwa Ia menyembunyikan pengetahuan tentang ketepatan-Nya dari hamba-hamba-Nya, padahal Ia sendiri begini.

Maka, lebih baik dan layak bagi para hamba untuk berpasrah dan mengabdi kepada-Nya, yaitu dengan menunaikan perintah-perintah-Nya, menghindari larangan-larangan-Nya, menerima ketentuan-Nya dan mencampakkan belaian makhluk - sebab hal ini merupakan sumber segala ketentuan, menguatnya mereka dan dasar mereka; dan berdiamlah atas sebab dan masa (kejadian-kejadian), dan jangan menyalahkan gerak dan diam-Nya. Pernyataan ini berdasarkan sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Abbas, yang dikutip oleh Ata bin Abbas.
Katanya: "Ketika aku berada di belakang Rasulullah (saw), beliau berkata kepadaku, "Anakku, jagalah kewajiban-kewajiban terhadap Allah, maka Allah akan menjagamu; jagalah kewajiban-kewajiban terhadap Allah, maka kau akan mendapati-Nya di depanmu."

Nah, jika kau membutuhkan pertolongan, mintalah kepada-Nya. Pena menjadi kering setelah menuliskan segala yang akan terjadi. Dan jika hamba-hamba Allah berupaya keras memberimu sesuatu yang tak Allah tentukan bagimu, maka mereka takkan mampu melakukannya. Jika hamba-hamba Allah berupaya keras merugikanmu, padahal Allah tak menghendakinya, maka mereka takkan berhasil.

Nah, jika kau bisa bertindak berdasarkan perintah-perintah Allah dengan sepenuh iman, lakukanlah. Tapi, jika kau tak mampu melakukan yang demikian, maka, tentu, lebih baik bersabar atas apa yang tak kau sukai, sembari mengingat bahwa di dalamnya banyak kebaikan. Ketahuilah, bahwa pertolongan Allah datang melalui kesabaran dan keridhaan, dan dalam kesulitan itu ada kemudahan.

Maka, hendaklah para mukmin menjadikan hadis ini sebagai cermin bagi hatinya, sebagai busana lahiriah dan ruhaniah, sebagai slogan, dan hendaklah berlaku dengannya dalam segala gerak dan diamnya, agar selamat di dunia ini dan di akhirat, dan semoga mendapatkan kemuliaan darinya, dengan kasih-sayang Allah, Yang Maha Mulia.

Pelajaran Keempat puluh tiga

Barangsiapa meminta sesuatu dari manusia, berarti ia tak tahu akan Allah, lemah iman, lemah pengetahuan tentang hakikat, dan tak sabar; sedang barangsiapa tak meminta, berarti ia amat tahu akan Allah, Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, kuat imannya, kian bertambah pengetahuan tentang-Nya dan ketakwaan kepada-Nya, Yang Mahakuasa lagi Maha Agung.

Pelajaran Keempat puluh empat

Sesungguhnya doa orang yang berpengetahuan ruhani kepada Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, tak dikabulkan, dan setiap janji yang dibuat kepadanya tak dipenuhi, agar ia tak hancur karena keterlalu- optimisan. Sebab setiap keadaan atau maqam ruhani mempunyai ketakutan dan harap. Dengan demikian, orang yang berpengetahuan ruhani mengalami kedekatan dengan-Nya, sehingga ia tak menghendaki sesuatu pun selain Allah. Maka permohonan (sang pengabdi) agar doanya diterima dan janji kepadanya dipenuhi, bertentangan dengan jalan dan keadaannya.

Ada dua sebab untuk ini. Pertama ia tak diatasi oleh harapan dan khayal diri melalui rencana tinggi Allah, dan lupa akan kebaikannya dalam penghampirannya kepada Allah, sehingga ia hancur. Kedua, hal itu sama dengan menyekutukan-Nya dengan sesuatu. Sebab tak satu pun di dunia ini sepenuhnya bebas dari dosa, kecuali para Nabi.

Karena inilah, Ia tak selalu mengabulkan doanya dan tak memenuhi janji kepada sang pengabdi, agar ia tak meminta sesuatu pun atas dorongan hawa nafsunya tanpa mematuhi perintah-perintah-Nya, yang di dalamnya terletak kemungkinan kesyirikan, dan dalam setiap keadaan, langkah dan maqam sang salik banyak kemungkinan berbuat kesyirikan.

Tetapi bila doanya selaras dengan perintah, maka hal itu mendekatkan manusia kepada Allah, semisal salat, puasa, kewajiban-kewajiban lainnya, sunnah serta kewajiban tambahan, sebab dalam hal-hal ini ada kepatuhan kepada perintah.

Pelajaran Keempat puluh lima

Ketahuilah bahwa ada dua macam manusia. Yang pertama ialah manusia yang dikaruniai kebaikan-kebaikan duniawi. Yang kesua ialah manusia yang diuji dengan ketentuan-Nya. Manusia yang mendapatkan kebaikan duniawi, tak bebas dari noda dosa dan kegelapan dalam menikmati yang mereka dapatkan itu.

Manusia semacam itu bermewah-mewah dengan karunia duniawi ini. Bila ketentuan Allah datang, yang menggelapi sekitarnya melalui aneka musibah yangberupa penyakit, penderitaan, kesulitan hidup, sehingga ia hidup sengsara, dan tampak seolah-olah ia tak pernah menikmati sesuatu pun. Ia lupa akan kesenangan dan kelezatannya.

Dan jika kecerahan menimpanya, maka seolah-olah ia tak pernah mengalami musibah. Sedang jika ia mengalami musibah, maka seolah-olah tiada kebahagiaan. Semua ini disebabkan oleh pengabdian terhadap Tuhannya.

Nah, jika ia telah tahu bahwa Tuhannya sepenuhnya bebas bertindak sekehendak-Nya, mengubah, memaniskan, memahitkan, memuliakan, menghinakan, menghidupkan, mematikan, memajukan dan memundurkan - jika ia telah tahu semua ini, maka ia tak merasa bahagia di tengah-tengah kebahagiaan duniawi dan tak merasa bahagia di tengah-tengah kebahagiaan duniawi dan tak merasa bangga karenanya, juga tak berputus asa akan kebahagiaan di kala duka.

Perilaku salahnya ini disebabkan juga oleh ketaktahuannya akan dunia ini, yang sebenarnya tempat ujian, kepahitan, kejahilan, kepedihan dan kegelapan. Jadi kehidupan duniawi itu bak pohon gaharu, yang rasa pertamanya pahit, sedang rasa akhirnya manis seperti madu, dan tiada seorang pun dapat merasakan manisnya, sebelum ia merasakan pahitnya. Tak seorang pun dapat mengecap madunya, sebelum ia tabah atas kepahitannya. Maka, barangsiapa tabah atas cobaan-cobaan duniawi, maka ia berhak mengecap rahmat-Nya.

Tentu, seorang pekerja mesti diberi upah setelah keningnya berkeringat, tubuh dan jiwanya letih. Maka, bila orang telah mereguk semua kepahitan ini, maka datang kepadanya makanan dan minuman lezat, busana yang bagus dan kesenangan meski sedikit.

Jadi, dunia adalah sesuatu, yang bagian pertamanya ialah kepahitan, bagai pucuk madu di sebuah bejana yang berbaur dengan kepahitan, sehingga si pemakan tak mungkin mencapai dasar bejana, dan yang dimakannya hanyalah madu murninya sampai ia mengecap pucuknya.

Nah, bila hamba Allah telah berupaya keras menunaikan perintah Allah, Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, menjauh dari larangan-Nya, dan pasrah kepada-Nya, maka bila ia telah mereguk kepahitannya, menahan bebannya, berupaya melawan kehendaknya sendiri dan mencampakkan maksud-maksud pribadinya, maka Allah mengaruniainya, sebagai hasil dari ini, kehidupan yang baik, kesenangan, kasih-sayang dan kemuliaan.

Maka menjadilah Ia walinya dan menyuapinya persis seperti seorang bayi yang disuapi, yang tak berdaya, yang tak berupaya keras di dunia ini dan di akhirat, yang juga seperti pemakan pucuk pahit madu yang mengecap dengan lahapnya bagian bawah isi bejana. Nah, patutlah bagi sang hamba yang telah dikaruniai oleh Allah, untuk tak merasa aman dari cobaan-Nya, untuk tak merasa yakin akan kekekalannya, agar tak lupa bersyukur atasnya. Nabi Suci saw. berkata: "Kebahagiaan duniawi merupakan sesuatu yang ganas; maka jinakkanlah ia dengan kebersyukuran."

Jadi, mensyukuri rahmat berarti mengakui sang Pemberinya, Yang Mahapemurah, yaitu Allah, senantiasa mengingatnya, tak mengklaim atas-Nya, tak mengabaikan perintah-Nya, dan diiringi dengan penunaian kewajiban terhadap-Nya, yakni mengeluarkan zakat, membersihkan diri, bersedekah, berkorban sebagai nazar, meringankan beban penderitaan kaum lemah dan membantu mereka yang membutuhkan , yang mengalami kesulitan dan yang keadaannya berubah dari baik menjadi buruk, yaitu, yang masa-masa bahagia dan harapannya telah berubah menjadi kedukaan.

Bersyukurnya anasir tubuh atas rahmat berupa digunakannya anasir tubuh itu untuk menunaikan perintah-perintah Allah dan mencegah diri dari hal-hal yang haram, dari kekejian dan dosa.

Inilah cara melestarikan rahmat, mengairi tanamannya dan memacu tubuhnya dedahanan dan dedaunannya; mempercantik buahnya, memaniskan rasanya, memudahkan penelanannya, mengenakkan pemetikannya dan membuat rahmatnya mewujud di seluruh organ tubuh lewat berbagai tindak kepatuhan kepada-Nya, seperti lebih mendekatkan diri kepada-Nya dan senantiasa mengingat-Nya, yang kemudian memasukkan sang hamba, di akhirat, ke dalam kasih-sayang-Nya, Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, dan menganugerahinya kehidupan abadi di taman-taman surga bersama dengan para Nabi Suci, shiddiq, syahid dan shalih - inilah suatu kebersamaan yang indah.

Namun, jika tak berlaku begini, mencintai keindahan lahiriah kehidupan semacam itu, asyik menikmatinya dan puas dengan gemerlapnya fatamorgananya, yang kesemuanya bagai embusan sepoi angin dingin di pagi musim panas, dan bagai lembutnya kulit naga dan kalajengking; dan menjadi lupa akan bisa mautnya dan tipuannya - kesemuanya ini akan menghancurkannya - orang seperti itu mesti diberi kabar-kabar gembira tentang penolakan, kehancuran yang segera, kehinaan di dunia ini dan siksaan kelak dalam api neraka nan abadi.

Cobaan atas manusia - kadang berupa hukuman atas pelanggaran terhadap hukum dan atas dosa yang telah diperbuatnya. Kadang berupa pembersihan noda, dan kadang pula berupa pemuliaan maqam ruhani manusia, yang baginya rahmat Tuhan semesta terkaruniakan sebelumnya, yang melalukannya dari bencana dengan kelembutan, sebab cobaan semacam itu tak dimaksudkan untuk menghancurkan dan mencampakkannya ke dasar neraka, tapi, dengan begini, Allah mengujinya untuk dipilih dan mewujudkan darinya hakikat iman, mensucikannya dan bersih dari kesyirikan, kebanggaan diri, kemunafikan, dan membuat karunia cuma-cuma, sebagai pahala baginya, dari berbagai pengetahuan, rahasia dan nur.

Nah, bila orang ini menjadibersih ruhani dan jasmani, dan hatinya menjadi tersucikan, berarti Ia telah memilihnya di dunia ini dan di akhirat - di dunia ini yakni melalui hatinya, sedang di akhirat yakni melalui jasmaninya. Maka segala bencana menjadi pencuci noda kesyirikan dan pemutus hubungan dengan manusia, sarana duniawi dan dambaan-dambaan, dan menjadi pelebur kesombongan, ketamakan dan harapan akan imbalan surga atas penunaian perintah-perintah.

Cobaan yang berupa hukuman menunjukkan adanya kekurangsabaran atas cobaab-cobaan ini, dengan mengaduh dan mengeluh kepada orang. Cobaab yang berupa pencucian dan penyirnaan kelemahan menunjukkan maujudnya kesabaran, ketak-mengeluhan kepada sahabat dan tetangga, penunaian perintah-perintah, ketakengganan dan kepatuhan. Cobaan yang berupa pemuliaan maqam menunjukkanadanya keridhaan, kedamaian dengan kehendak Allah, Tuhan bumi dan lelangit, dan penafian diri sepenuhnya dalam cobaan ini, hingga saat berlalunya.

<prev next>

Kumpulan dan Blog2 Islami


Blogs
Main