click

Date: 10/14/2008

Futuhal Ghaib - Pelajaran 46 ~ 57

Pelajaran Keempat puluh enam

Nabi Suci saw. bersabda dari Rabbnya: "Barangsiapa senantiasa mengingat-Ku dan tak sempat minta sesuatu pun dari-Ku, maka akan Kuberikan kepadanya yang lebih baik daripada yang Kuberikan kepada mereka yang meminta."

Hal ini dikarenakan bila Allah menghendaki seorang mukmin bagi maksud-maksud-Nya sendiri, maka Ia melalukannya melalui aneka keadaan ruhani, dan mengujinya dengan aneka upaya dan musibah. Lalu Ia membuatnya sedih setelah senang, dan membuatnya hampir minta kepada orang, sedang tiada jalan terbuka baginya; lalu menyelamatkannya dari meminta dan membuatnya hampir meminjam kepada orang.

Lalu Ia menyelamatkannya dari meminjam, dan membuatnya bekerja mencari nafkah dan memudahkan baginya. Maka hiduplah ia dengan perolehannya, dan hal ini selaras dengan sunnah Nabi.

Tapi, kemudian, Ia membuatnya sulit mendapatkan rizki dan memerintahkannya, lewat ilham, untuk meminta kepada manusia. Inilah sebuahperintah tersembunyi yang hanya diketahui oleh orang yang bersangkutan.

Dan Ia membuat permintaan ini sebagai pengabdiannya dan berdosa melecehkannya, sehingga keangkuhannya pupus, kediriannya hancur, dan inilah pembinaan ruhani. Permintaannya karena dipaksa oleh Allah, bukan karena kesyirikan. Lalu Ia menyelamatkannya dari keadaan begini, dan memerintahkannya untuk meminjam kepada orang, dengan perintah yang kuat yang tak mungkin lagi dielakkan, sebagaimana halnya dengan keadaan meminta.

Lalu Ia mengubahnya dari keadaan ini, menjauhkannya dari orang dan hanya bertumpu pada permintaannya kepada-Nya. Maka ia meminta kepada Allah segala yang dibutuhkannya. Ia memberinya, dan tak memberinya jika ia tak memintanya.

Lalu Ia mengubahnya dari meminta lewat lidah menjadi meminta lewat hati. Maka ia meminta kepadanya segala yang dibutuhkannya, sehingga bila ia memintanya dengan lidah, Ia tak memberinya, atau bila ia memninta kepada orang, mereka juga tak memberinya.

Lalu Ia menafikannya dari dirinya dan dari meminta baik secara terbuka maupun tersembunyi. Maka Ia mengaruniainya segala yang membuat orang menjadi baik, - segala yang dimakan, diminum, dipakai dan keperluan hidup tanpa upaya atau tanpa diduganya. Maka menjadilah Ia walinya, dan ini sesuai dengan ayat:
"Sesungguhnya waliku adalah Allah yang telah menurunkan Al-Kitab dan Ia adalah wali para saleh." (QS 7:196)

Maka firman Allah yang diterima oleh Nabi saw. menjadi kenyataan, yakni, "Barangsiapa tak sempat meminta sesuatu dari-Ku, maka Aku akan memberinya lebih dari yang Kuberikan kepada mereka yang meminta," dan inilah keadaan fana dalam Tuhan, suatu keadaan yang dimiliki oleh para wali dan badal. Pada peringkat ini, ia dikaruniai daya cipta, dn segala yang dibutuhkannya mewujud atas izin Allah, sebagaimana firman-Nya di dalam Kitab-Nya: "Wahai anak Adam! Aku adalah Tuhan, tiada tuhan selain-Ku; bila Kukatakan kepada sesuatu "jadilah", maka jadilah ia. Patuhilah Aku, sehingga bila kau berkata kepada sesuatu "jadilah", maka juga, jadilah sesuatu itu."

Pelajaran Keempat puluh tujuh

Seorang tua bertanya kepadaku dalam mimpiku: "Apa yang membuat seorang hamba Allah dekat kepada Allah?"
Aku berkata: "Proses ini berawal dan berakhir, awalnya yaitu kesalehan dan akhirnya yaitu keridhaan kepada Allah dan kepasrahan diri sepenuhnya kepada-Nya."

Pelajaran Keempat puluh delapan

Seorang mukmin, pertama-tama, menunaikan yang wajib. Bila ia telah menunaikan yang wajib, maka ia menunaikan yang sunnah. Bila ia telah menunaikan keduanya, maka ia menunaikan yang tambahan. Nah, bila seseorang belum melaksanakan yang wajib, sedang ia melaksanakan yang sunnah, maka hal itu merupakan kebodohan, takkan diterima dan ia akan hina. Ia seperti orang yang dimeinta untuk mengabdi kepada raja, namun ia tak mengabdi kepadanya, tapi ia mengabdi kepada hamba sang raja yang berada di bawah kekuasaannya. Diriwayatkan oleh Ali, putra Abu Thalib (as), bahwa Nabi Suci saw. berkata: "Ibarat tentang orang yang menunaikan yang sunnah, padahal ia belum menunaikan yang wajib, ialah seperti wanita hamil yang keguguran di kala akan melahirkan. Dengan demikian, ia tak hamil lagi dan tak jadi menjadi ibu."

Begitu pula dengan orang yang beribadah, yang Allah tak menerima penunaiannya akan yang sunnah, sebelum ia menunaikan yang wajib. Hal ini juga seperti usahawan yang takkan mendapatkan keuntungan apa pun sebelum ia mengelola modalnya. Begitu pula dengan orang yang menunaikan yang sunnah, yang takkan diterima jerih payahnya itu, sebelum ia menunaikan yang wajib. Begitu pula dengan orang yang mengabaikan yang sunnah, dan menunaikan hal-hal yang tak ditentukan oleh aturan apa pun. Nah, di antara kewajiban-kewajiban itu ialah penjauhan dari yang haram, dari mengabaikan ketentuan-Nya, dari dari menimpali suara manusia, dari mengikuti kehendak mereka, dari berpaling dari perintah Allah, dan dari Ketakpatuhan kepada-Nya. Nabi saw. bersabda: "Tiada kepatuhan, selagi masih berbuat dosa terhadap Allah."

Pelajaran Keempat puluh sembilan

Barangsiapa lebih menyukai tidur daripada salat malam, yang membawa ke arah ketakwaan, berarti ia memilih sesuatu yang buruk, sesuatu yang mematikannya dan membuatnya acuh tak acuh terhadap segala keadaan. Sebab, tidur adalah saudara kematian.

Karenanya, Allah tak tidur, sebab Ia bersih dari segala kecacatan. Begitu pula dengan para malaikat, sebab mereka senantiasa amat dekat dengan Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung. Begitu pula dengan penghuni langit, sebab mereka sangat mulia dan suci, sebab tidur akan menghancurkan keadaan hidup mereka. Jadi, kebaikan terletak pada keberjagaan, sedang keburukan terletak pada ke-tidur-an dan ketakacuhan terhadap upaya.

Nah, barangsiapa makan, minum dan tidur berlebihan, maka lenyaplah kebaikan dari dirinya. Barangsiapa makan sedikit dari yang haram, maka ia serupa dengan orang yang makan banyak dari yang halal. Sebab sesuatu yang haram menggelapi iman. Bila iman tergelapi, maka doa, ibadah dan jihad tak maujud. Barangsiapa makan banyak dari yang halal berdasarkan perintah Allah, maka ia menjadi seperti orang yang makan sedikit dengan penuh pengabdian.

Jadi, sesuatu yang halal ialah cahaya yang ditambahkan pada cahaya, sedang sesuatu yang haram ialah kegelapan yang ditambahkan pada kegelapan, yang didalamnya tiada kebaikan; maka makan sesuatu yang halal dengan berlebihan, tak merujuk kepada perintah, adalah seperti makan sesuatu yang haram, dan hal itu menyebabkan tidur, yang di dalamnya tiada kebaikan.

Pelajaran Kelima puluh

Kau mungkin dekat kepada Allah atau jauh dari-Nya.
Jika kau jauh dari-Nya, kenapa berlengah diri, tak berupaya mendapatkan rahmat, kemuliaanmu, keamanan dan kecukupan diri di dunia ini dan di akhirat. Segeralah terbang kepada-Nya dengan dua sayap. Sayap pertama berupa penolakan akan kesenangan, keinginan-keinginna tak halal; sayap kedua berupa penanggungan kepedihan, hal-hal tak menyenangkan dan menjauh dari keinginan duniawi dan ukhrawi, agar bisa menyatu dengan-Nya dan dekat kepada-Nya.

Maka kau peroleh segala yang diidamkan dan diraih orang. Kau menjadi demikian terhormat dan mulia. Jika kau termuliakan dengan kelembutan-Nya, menerima cinta-Nya, dan menerima kasihsayang-Nya, maka tunjukkanlah perilaku terbaik dan jangan berbangga diri dengan semua itu, agar kau tak lalai mengabdi, tak angkuh, tak lazim dan tak tergesa-gesa. Allah berfirman:
"Sesungguhnya manusia itu amat lazim dan bodoh." (QS. 33:72)

"Dan manusia itu bersifat tergesa-gesa." (QS. 17:11)

Lindungilah hatimu dari kecondongan kepada orang dan keinginan-keinginan yang telah kau campakkan, dari ketaksabaran, dari ketak-selarasan dan dari ketak-ridhaan kepada Allah di kala ditimpa musibah. Campakkanlah dirimu ke hadapan-Nya dengan sikap seperti bola di kaki pemain polo yang menggulirkannya dengan stiknya, bagai jasad mati di hadapan orang yang memandikannya, dan bagai bayi di pangkuan ibu.

Butalah terhadap segala selain-Nya agar tak kau lihat sesuatu pun selain-Nya - tiada kemaujudan, kemudharatan, manfaat, karunia dan penahan karunia. Anggaplah orang dan sarana duniawi di kala menderita dan ditimpa musibah sebagai cambuk-cambuk-Nya yang dengan keduanya Ia mencambukmu. Dan anggaplah keduanya di kala suka sebagai tangan-Nya yang menyuapimu.

Pelajaran Kelima puluh satu

Orang saleh menerima pahala dua kali lipat. Pertama, karena penolakannya akan dunia, sehingga ia tak terpesona olehnya, bertentangan dengan kedirian, dan memenuhi perintah Allah, sehingga ia terpilahkan darinya. Bila ia menjadi musuh diri, maka ia menjadi pentahkik kebenaran, pilihan Allah, badal dan arif (yang tahu kebenaran). Maka ia diperintahkan untuk berhubungan dengan dunia, sebab kini dalam dirinya maujud sesuatu yang tak dapat dibuang dan tak tercipta dalam orang lain. Setelah hal itu tertulis, pena takdir menjadi kering, dan tentangnya Allah telah tahu sebelumnya.

Bila perintah telah dipenuhi, maka ia mengambil bagian duniawinya atau, dengan menerima ma'rifat, ia berhubungan dengan dunia dengan berlaku sebagai wahana takdir dan tindakan-Nya, tanpa keterlibatannya, tanpa keinginannya dan tanpa upayanya - ia dipahalai karena hal ini untuk kedua kalinya, karena ia melakukan semua ini demi mematuhi perintah Allah.

Bila dikatakan - bagaimana mungkin kau menyatakan tentang pahala orang yang telah berada pada maqam ruhani yang sangat tinggi dan yang, menurutmu, telah menjadi badal dan arif, telah lepas dari orang, kedirian, kesenangan, kehendak dan harapan akan pahala atas kebajikannya, orang yang hanya melihat di dalam semua kepatuhan dan penyembahannya kehendak Allah, kasih-Nya, rahmat-Nya, pemudahan-Nya dan pertolongan-Nya, dan orang yang percaya bahwa ia hanyalah hamba hina Allah, tak berhak menentang-Nya, dan melihat bahwa dirinya, gerak-geriknya dan upaya-upayanya sebagai milik-Nya.

Bisakah dikatakan, tentang orang semacam itu bahwa ia dipahalai, mengingat ia tak meminta upah atau sesuatu yang lain sebagai balasan bagi tindakannya, dan tidak melihat sesuatu tindakan sebagai berasal darinya, tapi memandang dirinya sebagai orang yang hina dan miskin akan kebajikan? Jika dikatakan demikian, maka jawabannya adalah:
"Kamu telah berkata benar, tapi Allah menganugerahkan rahmat-Nya baginya, membelainya dengan rahmat-Nya dan membesarkannya dengan kasih, kelembutan dan karunia-Nya; bila ia telah menahan tangannya dari hal-hal, dari dirinya, dari meminta kenikmatan-kenikmatan yang disisihkan bagi kehidupan dan dari menepis kemudharatan yang timbul darinya, maka ia menjadi seperti bayi yang tak berdaya dalam hal-hal dirinya, yang diasuh dengan kelembutan rahmat-Nya dan rizki dari-Nya lewat tangan kedua orang tuanya, yang menjadi pembimbing dan penjaminnya."

Bila telah Dia jauhkan darinya segala ketertarikan dalam hal-halnya, maka Ia membuat hati orang condong kepadanya dan melimpahkan kasih dan sayang-Nya di hati orang, sehingga mereka lembut terhadapnya, condong kepadanya dan memperlakukannya dengan baik. Dengan begini segala selain Allah menjadi tak berdaya kecuali dengan kehendak-Nya dan, menimpali rahmat-Nya, menghamba kepada-Nya di dunia ini dan di akhirat untuk menjaganya dari segala musibah. Nabi Saw, bersabda: "Sesungguhnya pelindungku adalah Allah yang telah menurunkan Al-Kitab (Al-Quran) dan Dia melindungi orang-orang saleh."

Pelajaran Kelima puluh dua

Allah menguji sekelompok mukmin yang menjadi khalifah-khalifah-Nya dan yang memiliki ilmu ruhani, agar mereka berdoa kepadanya, dan Dia senang menerima doa-doa mereka. Bila mereka berdoa, Ia senang menerima doa mereka, agar bisa Ia anugerahi kemurahan haknya, sebab ia memohon kepada Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung di kala mereka berdoa untuk menerima doa mereka, dan kadang-kadang tidak segera diterima, bukan karena ditolak.

Maka sang hamba Allah mesti menunjukkan sikap baik di kala ditimpa musibah, dan menelaah apakah ia telah mengabaikan perintah atau melanggar hal-hal terlarang, secara nyata atau tersembunyi, atau menyalahkan ketentuan-Nya, karena lebih sering ia diuji sebagai hukuman atas dosa-dosa semacam itu. Bila musibah berlalu, dia mesti selalu berdoa, berendah diri, meminta maaf dan memohon kepada Allah, karena mungkin ujian itu dimaksudkan untuk membuatnya terus berdoa dan memohon; dan ia tak boleh menyalahkan Allah karena penundaan pengabulan doanya sebagaimana telahkami bicarakan.

Pelajaran Kelima puluh tiga

Mintalah kepada Allah keridhaan akan ketentuan-Nya, atau kemampuan meluruh dalam kehendak-Nya. Sebab di dalam hal ini terletak kesenangan dan keunikan besar di dunia ini, dan juga gerbang besar Allah dan sarana untuk dicintai-Nya.

Barangsiapa dicintai-Nya, maka Ia tak menyiksanya di dunia ini dan di akhirat. Dalam dua kebajikan ini terletak hubungan dengan Allah, kebersatuan dengan-Nya dan keintiman dengan-Nya. Jangan bernafsu berupaya meraih kenikmatan hidup ini, karena hal ini tak dimaksudkan bagimu.

Bila hal itu tak dimaksudkan, maka bodolah bila berupaya mendapatkannya, dan hal itu juga sangat dikutuk, sebagaimana dikatakan: "Di antara siksa paling besar ialah berupaya meraih yang tak ditentukan oleh-Nya."

Dan bila hal itu dimaksudkan, hal itu hanyalah kesetiaan yang dibolehkan dan tersendiri dalam pengabdian, cinta dan kebenaran. Berupaya kera meraih segala selain Allah Yang Maha Perkasa lagi Mahaagung adalah syirik. Orang yang berupaya mendapatkan kenikmatan duniawi, tak tulus dalam cinta dan persahabatannya dengan Allah, siapa pun yangmenyekutukan-Nya, maka ia pendusta.

Begitu pula, orang yang mengharapkan balasan bagi tindakannya adalah tak ikhlas. Keikhlasan ialah mengabdi kepada Allah hanya untuk memberi Rabubiyyah, yaitu sifat Allah yang mengatur alam semesta, pembuluhnya. Orang seperti itu mengabdi kepada-Nya karena Ia adalah Tuhannya dan patut diabdi, dan wajib baginya berbuat kebajikan dan patuh kepada-Nya, mengingat bahwa ia sepenuhnya milik-Nya, begitu pula gerak-geriknya, dan upayanya.

Hamba dan segala miliknya milik Tuannya. Bukankah harus begitu? Sebagaimana telah kami nyatakan, semua pengabdian merupakan rahmat Allah dan karunia-Nya atas hamba-Nya, karena Dialah yang memberinya daya bertindak dan daya mengatasinya.

Maka, senantiasa bersyukur kepada-Nya lebih baik daripada meminta balasan dari-Nya atas kebajikannya. Kenapa kau berupaya keras meraih kenikmatan duniawi, bila telah kau lihat sejumlah besar orang, bila kenikmatan duniawi berlimpah tak berkeputusan, mereka kian sedih, cemas dan haus akan hal-hal yang tak dimaksudkan bagi mereka? Bagian duniawi mereka tampak timpang, kecil dan menjijikkan,dan bagian duniawi yang lain tampak indah dan agung bagi hati dan mata mereka, dan mulailah mereka berupaya meraihnya meski hal itu bukan hak mereka.

Dengan begini, kehidupan mereka berlalu dan daya mereka menjadi sirna, dan mereka menjadi tua, kekayaan mereka menjadi habis, tubuh mereka menjadi renta, kening mereka berkeringat, dam catatan kehidupan mereka menjadi gelap oleh dosa-dosa mereka, upaya keras mereka dalam meraih hak orang lain, dan oleh pengabaian mereka terhadap perintah-Nya.

Mereka gagal mendapatkannya, menjadi miskin dan merugi dalam kehidupan ini dan di akhirat, karena itu, mereka berupaya mendapatkan pertolongan-Nya untuk mengabdi kepada-Nya. Mereka tak mendapatkan yang mereka upayakan, tapi hanya memubazirkan kehidupan duniawi dan akhirat mereka; merekalah seburuk-buruk orang, sebodoh-bodoh orang, sekeji-keji orang dalam nalar dan batin.

Mereka menjadi ridha kepada takdir-Nya, puas dengan karunia-Nya dan patuh kepada-Nya. Bagian duniawi mereka datang kepada mereka tanpa diupayakan dan dicemaskan; mereka menjadi dekat dengan Allah yang Mahamulia, dan menerima dari-Nya segala yang mereka dambakan. Semoga Allah menjadikan kita orang-orang yang ridha dengan ketentuan-Nya, yang meluruh dalam kehendak-Nya dan yang mendapatkan kesehatan dan kekuatan ruhani untukmelakukan yang dikehendaki-Nya.

Pelajaran Kelima puluh empat

Barangsiapa menghendaki kehidupan akhirat, maka wajib baginya mengabaikan dunia. Barangsiapa menghendaki Allah, maka wajib baginya mengabaikan kehidupan akhirat. Ia harus mencampakkan kehidupan duniawinya demi Tuhannya. Selama keinginan, kesenangan dan upaya duniawi dan di dalam hatinya seperti makan, minum, berbusana, menikah, tempat tinggal, kendaraan, jabatan, ketinggian dalam pengetahuan tentang lima pilar ibadah dan hadis dan penghafalan Al-Quran dengan segala bacaan, bahasa dan retorikanya, begitu pula keinginan akan lenyapnya kemiskinan, maujudnya kekayaan, berlalunya musibah, datangnya kesenangan, hilangnya kesulitan dan datangnya kemudahan - jika keinginan semacam itu masih bersemayam di dalam benak orang, maka itu tentu bukan seorang saleh, karena dalam segala hal ini ada kenikmatan bagi diri manusia dan keselarasan dengan kehendak jasmani, kesenangan jiwa dan kecintaannya.

Hal-hal ini merupakan kehidupan duniawi, yang di dalamnya orang senang kebaikan, dan dengannya orang mencoba mendapatkan kepuasan dan ketentraman jiwa.

Orang harus berupaya meniadakan hal-hal ini dari hatinya, dan mempersiapkan diri untuk meniadakan semua ini dan mensirnakannya dari jiwa, dan berupaya bersenang dalam peluruhan dan kemiskinan, sehingga tiada lagi di dalam hatinya kesenangan mengisap biji korma, sehingga pematangannya dari kehidupan duniawi menjadi suci.

Bila ia telah menyempurnakannya, segala dukacita hatinya dan kecemasan benaknya akan sirna, dan datanglah kepadanya kesenangan, kehidupan yang baik dan keintiman dengan Allah, sebagaimana dikatakan oleh Nabi saw.: "Mengabaikan dunia menimbulkan kebahagiaan hati danjasmani."

Tapi selama masih ada di dalam hatinya kesenangan kepada dunia ini, maka dukacita dan ketakutan tetap bersemayam di dalam hatinya, dan kehinaan mengiringnya, begitu pula keterhijaban dari Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung, oleh tabir tebal yang berlipat-lipat. Semua ini tak beranjak, kecuali melalui kecintaan akan dunia ini dan pemutusan darinya.

Ia harus mengabaikan kehidupan akhirat, agar tak menghendaki kedudukan dan derajat tinggi, pembantu-pembantu cantik, rumah-rumah, kendaraan, busana, hiasan, makanan, minuman, dan hal-hal lain sejenisnya, yang disediakan oleh Allah Yang Mahabesar bagi hamba-hamba beriman-Nya.

Maka janganlah mencoba mendapatkan balasan, atas sesuatu tindakan, dari Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung di dunia ini atau di akhirat. Dengan demikian Allah akan memberi balasan sebagai rahmat dan kemurahan-Nya.

Maka Ia kan mendekatkan kepada-Nya dan melimpahkan kelembutan-Nya, dan Ia memperkenalkan diri-Nya dengan berbagai karunia dan kebajikan, sebagaimana Ia berlaku terhadap para Nabi dan utusan-Nya, terhadap kekasih-kekasih-Nya.

Maka setiap hari, dalam hidupnya, urusannya kian sempurna, dan di bawalah ia ke akhirat untuk mengecap yang tak terlihat oleh mata, yang tak terdengar oleh telinga, dan yang tak terpikirkan oleh manusia, yang sungguh tak dapat dipahami dan tak dapat dijelaskan.

Pelajaran Kelima puluh lima

Kesenangan hidup dicampakkan tiga kali. Pada awalnya sang hamba Allah berada dalam kegelapan, kejahilan dan kekacauan, bertindak berdasarkan dorongan-dorongan alaminya dalam segala keadaan, tanpa sikap pengabdian terhadap Tuhannya dan tanpa memperhatikan hukum agama. Dalam keadaan begini, Allah memandangnya penuh kasih, maka dianugerahkan-Nya kepadanya pengingat dari sesamanya, seorang hamba saleh-Nya.

Dan kawan pengingat ini juga terdapat dalam dirinya sendiri. Kedua pengingat ini jaya atas dirinya, dan peringatan menimbulkan pengaruh pada jiwanya. Maka noda yang ada padanya, seperti memperturutkan kehendak dirinya dan penentangannya terhadap kebenaran, sirna. Maka condonglah ia kepada hukum Allah dalam segalagerak-geriknya.

Menjadilah sang hamba Allah itu seorang Muslim di hadapan hukum-Nya, lepas dari alamnya, membuang hal-hal haram duniawi, begitu pula hal-hal yang meragukan dan pertolongan orang. Maka ia melakukan hal-hal yang halal dalam makan, minum, berpakaian, menikah, bertempat tinggal dan lain-lain: dan semua ini sangat muhim bagi kesehatan jasmani dan bagi mendapatkan kekuatan untuk mengabdi kepada-Nya, agar ia bisa memperoleh bagian dan orang tak bisa melampauinya - takkan luput dari kehidupan duniawi ini sebelum meraih dan menyempurnakannya.

Maka ia berjalan di atas jalur kebenaran dalam keadaan hidupnya, sehingga hal ini membawanya ke maqam tertinggi wilayat dan menjadikannya pembukti kebenaran dan orang pilihan, yang memiliki pernyataan yang kukuh, yang haus akan hakikat, yaitu Allah. Maka ia makan dengan perintah-Nya, dan (sang salik) mendengar suara Allah di dalam dirinya berkata:

"Campakkanlah dirimu dan campakkanlah kesenangan dan ciptaan, jika kau menghendaki sang Pencipta. Lepaskanlah sepatu dunia dan akhiratmu. Nafilah dari segala kemaujudan, hal-hal yang akan maujud dan segala dambaan. Lepaslah dari segala suatu. Berbahagialah dengan Allah, campakkanlah kesyirikan dan ikhlasan dalam kehendak. Mendekatlah kepada-Nya dengan hormat, dan jangan memandang kehidupan akhirat, kehidupan duniawi, orang-orang dankesenangan."

Bila ia meraih maqam ini, maka ia menerima busana kemuliaan dan aneka karunia. Dikatakan kepadanya, busanailah dirimu dengan rahmat dan karunia, jangan berburuk-laku menilaj dan menampik keinginan-keinginan, karena penolakan terhadap karunia raja sama dengan menekannya dan meremehkan kekuasaannya.

Maka ia terselimuti karunia dan anugera-Nya tanpa berupaya. Sebelumnya ia terkuasai oleh keinginan-keinginan dan dorongan-dorongan dirinya. Maka dikatakan kepadanya, "Selimutilah dirimu dengan rahmat dan karunia Allah." Maka baginya empat keadaan, dalam meraih kenikmatan dan karunia. Yang pertama ialah dorongan alami, ini tak halal. Yang kedua ialah hukum, ini diperbolehkan dan absah. Yang ketiga adalah perintah batin, ini adalah keadaan para wali dan pencampakan keinginan. Yang keempat ialah karunia Allah, ini adalah keadaan lenyapnya tujuan dan tercapainya badaliyya dan keadaan menjadi objek-Nya, yang berdiri di atas ketentuan-Nya; ini adalah keadaan tahu dan keadaan memiliki kesalehan, dan tak seorang pun bisa disebut saleh, jika ia belum meraih maqam ini. Hal ini sesuai dengan firman Allah:
"Sesungguhnya Waliku adalah Allah yang telah menurunkan Kitab dan Ia adalah Wali orang-orang saleh (bajik)."(QS. 12:196)

Menjadilah ia seorang hamba yang tertahan dari menggunakan sesuatu, memanfaatkan diri dan dari menolak sesuatu yang mudharat baginya. Ia menjdai seperti bayi di tangan perawat dan seperti jasad mati yang sedang dimandikan orang.

Maka Allah membesarkannya tanpa kehendaknya dan tanpa upayanya, ia lepas dari segala hal ini, tak berkeadaan atau bermaqam, tak berkehendak melainkan berada di atas ketentuan-Nya, yang kadang menahan, kadang memudahkannya, kadang membuatnya kaya dan kadang membuatnya miskin. Ia tak punya pilihan, dan tak menghendaki berlalunya keadaan dan perubahannya. Sebaliknya, ia menunjukkan keridhaan abadi. Inilah keadaan ruhani terakhit yang dicapaioleh para badal dan wali.

Pelajaran Kelima puluh enam

Bila hamba Allah telah lepas dari ciptaan, keinginan, diri, tujuan dan kehendak akan dunia dan akhirat, maka ia tak menghendaki sesuatu pun selain Allah yang Mahaperkasa lagi Mahaagung, dan segala suatu sirna dari hatinya. Maka ia menjadi pilihan-Nya, dicintai oleh ciptaan, dekat kepada-Nya dan menerima karunia-Nya melalui rahmat-Nya.

Dibukakan-Nya baginya pintu-pintu kasih dan janji-Nya, dan Ia tak pernah menutup pintu-pintu itu terhadapnya. Maka sang hamba memilih Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung, berkehendak melalui kehendak-Nya, ridha dengan keridhaan-Nya, melaksanakan perintah-Nya dan tak melihat suatu kemaujudan pun selain kemaujudan-Nya yang Mahakuasa lagi Maha Agung.

Maka Allah menjanjikan kepadanya dan tak memenuhi hamba-Nya, dan yang didambakan oleh hamba dalam hal ini tak datang kepadanya, karena keterpisahan lenyap dengan lenyapnya kehendak, tujuan dan pengupayaan kenikmatan.

Maka keseluruhan dirinya menjadi kehendak Allah Yang Mahakuasa lagi Maha Agung. Maka tiada janji atau pun pengingkaran janji dalam hal ini, karena hal ini ada pada orang yang berkeinginan. Pada maqam ini, janji Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung terhadap orang semacam itu, dapat digambarkan dengan contoh seorang yang berkehendak di dalam dirinya sendiri untuk melakukan sesuatu, lalu berubah kehendak terhadap sesuatu yang lain.

Begitu pula, Allah Yang Mahakuasa lagi Mahaagung telah menurunkan kepada Nabi Muhammad saw wahyu-wahyu yang membatalkan dan yang terbatalkan,sebagaimana firman-Nya:
"Wahyu yang kami hapuskan atau jadikan terlupakan, Kami gantikan dengan yang lebih baik. Tidakkah kau tahu bahwa Allah kuasa atas segala-nya?" (QS.2:106)

Ketika Nabi saw. lepas dari keinginan dan kehendak, kecuali pada saat-saat tertentu, sebagaimana telah disebutkan oleh Allah di dalam Al-Quran Suci, sehubungan dengan tawanan perang Badar, sebagai berikut:
"Kamu menginginkan barang-barang lemah dunia ini, sedang Allah menghendaki bagimu akhirat; dan Ia Mahakuasa lagi Mahabijaksana. Andaikan bukan karena hukum Allah yang telah berlaku, sesungguhnya akan menimpamu siksaan yang besar atas yang kau lakukan." (QS.8:67-68)

Nabi saw adalah kekasih Allah, yang Ia senantiasa menempatkannya pada ketentuan-Nya dan memberikan kendali-Nya kepadanya; maka Ia menggerakkannya di tengah-tengah ketentuan-Nya dan senantiasa memperingatkannya dengan firman-firman-Nya:
"Tidakkah kau tahu bahwa Allah Mahakuasa atassegalanya?" (QS.2:106)

Dengan kata lain, kamu berada di samudra ketentuan-Nya, yang gelombangnya mengombang-ambingkan kamu, kadang kesini, kadang kesana. Dengan demikian setelah wali ialah Nabi. Tiada maqam setelah wali dan badal selainmaqam Nabi.

Pelajaran Kelima puluh tujuh

Segala pengalaman spiritual merupakan pengekangan, sebab sang wali diperintahkan untuk menjaga hal-hal itu. Segala yang diperintahkan untuk dijaga menimbulkan pengekangan. Berada dalam ketentuan Allah merupakan kemudahan, sebab yang diperintahkan hanyalah memaujudkan diri dalam ketentuan-Nya. Sang wali tak boleh bersitegang dalam masalah ketentuan-Nya.

Ia harus selaras dan tak boleh bertentangan dengan segala yang terjadi pada dirinya, entah manis atau pahit. Pengalaman itu terbatas, maka dari itu diperintahkan untuk menjaga pengalaman itu. Di lain pihak, kehendak Allah, yang merupakan ketentuan, tak terbatas.

Isyarat bahwa hamba Allah telah mencapai kehendak-Nya dan kemudahan ialah diperintahkan-Nya ia untuk meminta kenikmatan-kenikmatan setelah diperintahkan untuk mencampakkannya dan menjauh darinya, sebab bila ruhaninya hampa akan kenikmatan, dan yang tinggal dalam dirinya hanyalah Tuhan, maka ia dimudahkan dan diperintahkan untuk meminta, mendambakan dan menginginkan hal-hal yang menjadi haknya dan yang bisa ia peroleh melalui permintaannya akan hal-hal itu, sehingga harga dirinya di mata Allah, kedudukannya dan karunia Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahaagung, dengan ditrimanya doanya, menjadi kenyataan. Menggunakan lidah untuk meminta kenikmatan sangat menunjukkan hal setelah pengekangan dan keluar dari segala pengalaman, kedudukan dan dari upaya keras menjaga batas.

Bila ditolak bahwa lenyapnya kesulitan dalam menjaga hukum ini menyebabkan ateisme dan keluar dari Islam sebagaimana firman-Nya:
"Abdilah Tuhanmu sampai kematian datang kepadamu."(QS.15:99)

Jawabku ialah bahwa hal ini tak berarti begitu dan takkan begitu, tetapi bahwa Allah amat pemurah dan wali-Nya amat dicintai-Nya, sehingga Dia tak dapat mengizinkannya untuk menduduki suatu kedudukan hina di mata hukum dan agama-Nya. Sebaliknya, Dia menyelamatkannya dari semua itu, menjauhkannya dari semua itu, melindunginya dan menjaganya di dalam batas-batas hukum.

Maka ia terlindung dari dosa dan senantiasa berada di dalam batas-batas hukum tanpa upaya dan perjuangan dari dirinya, sedang ia tak sadar akan keadaan ini dikarenakan oleh kedekatannya kepada Tuhannya. Allah berfirman:
"Demikianlah, agar Kami palingkan darinya kemungkaran dan kekejian; sesungguhnya ia adalah salah satu dari hamba-hamba terpilih kami." (QS.12:24)

"Sesungguhnya terhadap hamba-hamba-Ku kau tak berkuasa." (QS.15:42)

"Kecuali hamba-hamba Allah yang dibersihkan." (QS.37:40)

Duhai orang yang malang! Orang semacam itu dijauhkan oleh Allah dan ia adalah curahan-Nya. Dia memeliharanya dalam pangkuan kedekatan dan kasih-sayang-Nya. Bagaimana bisa si iblis mendekatinya. Bagaimana bisa kekejian mendekatinya. Semoga kekejian terhancurkan oleh daya dan kelembutan sempurnanya! Semoga Dia melindungi kita dengan perlindungan dan kasih-sayang sempurna sehingga kita senantiasa mampu menjauhkan diri dari dosa-dosa. Semoga Dia memelihara kita dengan rahmat-rahmat dan karunia-karunia sempurna-Nya melalui tindak kasih-sayang-Nya!
<Prev Next>

Kumpulan dan Blog2 Islami


Blogs
Main